Features Ti'99

» Home : Features Ti '99 : Paradigma




P A R A D I G M A

        Pernahkah orang tua anda memberi nasehat behwa anda harus menjadi orang baik, anda harus berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya, anda harus menjadi orang yang patuh, dan segala nasehat-nasehat seperti itu? Nasehat-nasehat seperti itu seperti sudah terdoktrin dalam pikiran saya, dan saya rasa banyak orang yang mengalami hal yang sama dengan saya.
        Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, apa yang dahulu sudah terdoktrin dalam pikiran saya lambat laun kalah dengan pikiran saya. Saya semakin menyadari bahwa bukan orang seperti itulah yang saya inginkan.
         Lalu apakah yang saya inginkan? Saya tidak ingin menjadi orang baik, tapi saya juga tidak ingin jadi orang jahat. Saya tidak ingin jadi Tuhan, tapi saya juga tidak ingin jadi orang jahat. Saya tidak ingin menjadi sempurna, tapi saya juga tidak ingin menjadi cacat. Saya tidak ingin menjadi raja, tapi saya juga tidak ingin menjadi budak. Saya hanya ingin menjadi orang normal yang mempunyai keseimbangan antara yang baik dengan yang jahat, antara yang sempurna dengan yang cacat, antara Tuhan dengan setan, antara raja dengan budak, itulah prinsip ‘Yin-Yang’.

To be continued…
By asendi

S e b u a h   P e r s e p s i   t t g   M A T R I K S ' 9 9  &   K e m a h ' 9 9


Sebuah Persepsi tentang MATRIKS’99 dan KEMAH’99 :
“Kalau mau nikmat, makan kacangnya aja!”

OSPEK? Satu kata ini saja melintas di kepala kita, apa yang terbayang tidak lain adalah masa-masa penuh tugas, penuh atribut dan pakaian yang aneh-aneh, penuh teguran, penuh bentakan, penuh hukuman, penuh ‘intimidasi’ senior, dan penuh hal-hal lain yang tampaknya tidak mempunyai visi dan tujuan yang jelas. Lebih jauh lagi, OSPEK semakin lama hanya tampak sebagai ‘sebuah tradisi’yang turun-temurun secara ‘terlalu dipaksakan’. Rentetan peristiwa mahasiswa yang cedera atau bahkan meninggal dunia akibat tekanan fisik dan mental yang berlebihan dalam OSPEK semakin menambah lembaran hitam OSPEK. Citra OSPEK pun semakin negatif di mata dunia pendidikan nasional. Lantas kalau sudah demikian, masih perlukah sebenarnya OSPEK dipertahankan? Masihkah OSPEK memiliki cukup alasan untuk dipertahankan sebagai sebuah tradisi di lingkungan kampus?
           Mungkin sekelumit pertanyaan di atas telah membentuk sebuah paradigma umum (kalau belum boleh disebut paradigma universal) mengenai OSPEK bagi mahasiswa-mahasiswa baru (sekali lagi, mahasiswa-mahasiswa baru) di universitas manapun, termasuk kita. Dan isi paradigma itu pun singkat saja : “OSPEK itu tidak berguna, berbahaya, dan lebih baik dihapuskan saja !!!” Jadi, kalau mahasiswa baru ditanya mau ikut OSPEK atau tidak, pastilah mayoritas menjawab tidak karena paradigma itu tadi. Tetapi anehnya, bila kemudian mahasiswa senior (tentu saja yang pernah ikut OSPEK) yang ditanya tentang perlu tidaknya OSPEK diadakan, mayoritas dari mereka justru berbalik menjawab sangat perlu. Bahkan kalau mereka ditanya lagi apakah mereka mau jika dulu mereka tidak di-OSPEK, mayoritas masih bersikukuh menjawab akan menyesal kalau mereka dulu tidak di-OSPEK. Nah, lho, mengapa bisa terjadi seperti ini? Jawabannya sederhana saja, pasti ada sesuatu di dalam OSPEK itu, dan sesuatu itu baru bisa dirasakan kalau sudah mengalami sendiri bagaimana OSPEK itu. Istilahnya, tak kenal maka tak sayang kali, yah?
           Lantas, apakah sesuatu itu? Nah, karena yang mau kita bahas di sini adalah OSPEK-nya TI’99 setahun yang lalu, jadi marilah kita cari sesuatu itu di dalam rangkaian kegiatan OSPEK-nya TI’99, yaitu MATRIKS’99 dan KEMAH’99. Sebagai indikasi awal, akan penulis ceritakan peristiwa setahun yang lalu. Pada awal kegiatan MATRIKS’99, banyak mahasiswa TI’99 yang mengeluh dan merasa sebaiknya MATRIKS’99 tidak perlu diadakan saja mengingat banyaknya tugas dan atribut aneh-aneh yang perlu dikerjakan, belum ditambah besarnya biaya yang dikeluarkan untuk itu. Selain itu, MATRIKS’99 juga dilakukan bersamaan dengan dimulainya masa perkuliahan, sehingga dirasakan sangat mengganggu proses perkuliahan. Bahkan sebelum KEMAH’99, sebagian dari TI’99 sempat membuat surat pernyataan bersama untuk tidak bersedia mengikuti KEMAH-99, akibat tersebarnya isu-isu mengenai betapa ‘seramnya’ kemah itu, khususnya apa yang disebut kegiatan ‘swasta’ itu. Lalu bagaimana selanjutnya? Singkat cerita, akhirnya MATRIKS’99 dan KEMAH’99 tetap diadakan dan berjalan lancar. Nah, ketika beberapa dari TI’99 ditanya bagaimana kesan mereka setelah ‘mengunyah’ sendiri bagaimana rasanya OSPEK itu, jawaban yang diperoleh justru berbalik 180° dari segala kesan ‘ogah-ogahan’ mereka sebelumnya. Banyak TI’99 yang sangat terkesan dengan segala pengalaman yang mereka peroleh dari MATRIKS’99 dan KEMAH’99. Ada yang bilang rugi banget kalau sampai tidak ikut, ada yang bilang kurang berat, ada yang bilang acaranya justru seru en ceria-ceria aja, ada yang bilang kegiatan ini fun banget, bahkan mungkin dalam hati ada yang jujur berteriak ‘we want more!’.Nah, lho, lagi-lagi kok bisa demikian ya? Gimana sih ‘saktinya’MATRIKS’99 dan KEMAH’99 sampai-sampai bisa mengubah persepsi seseorang,….bukan, tepatnya malah persepsi sekitar 200-an orang ? Atau bahkan lebih dahsyatnya lagi, mungkin justru mampu mengubah paradigma umum tentang OSPEK itu tadi?
           MATRIKS’99 secara fisik sebenarnya tidak jauh berbeda dari format standar OSPEK-OSPEK yang telah ada selama ini. Di dalamnya kita masih bisa menemukan banyaknya tugas-tugas, atribut-atribut, makanan yang dibentuk aneh-aneh, hukuman-hukuman, bentakan-bentakan, deelel. Tapi justru ‘muatan’ yang ada di dalamnyalah yang menjadikannya memiliki ‘nilai lebih’. Apakah nilai lebih itu berupa bentuk pelatihan kepemimpinannya melalui sistem kelompok dengan kaderisasi pemimpin-pemimpin kelompok? Apakah itu berupa bentuk pengenalan-pengenalan lingkungan kampusnya dengan berbagai simulasi tentang kegiatan akademis dan organisasi di kampus? Apakah itu berupa bentuk pelatihan kedisiplinan melalui berbagai tugas dan hukuman ? Jawabannya, ya benar, tapi bukan itu yang menjadi nilai lebih utamanya, karena OSPEK-OSPEK manapun memiliki ketiga muatan seperti di atas. Jadi, apanya dong?
           Satu hal yang menjadi kerangka dasar MATRIKS’99 secara keseluruhan adalah melatih mahasiswa untuk mencari komposisi ideal dalam memposisikan dirinya sebagai individu, sebagai bagian dari kelompok, dan secara lebih luas, sebagai bagian dari angkatannya. Hal ini menjadi penting dan perlu terutama mengingat sistem perkuliahan dewasa ini yang cenderung membentuk pribadi individualis. Pergaulan sosial, kegiatan organisasi, atau bahkan kegiatan angkatan menjadi sesuatu yang sekunder, bahkan tersier, di tengah sibuknya perkuliahan, di tengah kompetisi perburuan nilai dan IPK. Kegiatan akademis yang memang primer menjadi segala-galanya secara ekstrem. Sistem konservatif seperti ini nantinya mungkin saja memang menghasilkan sarjana-sarjana yang canggih, yang pada gilirannya menjadi konglomerat-konglomerat yang sukses. Namun sedihnya, mungkin konglomerat yang sukses sih sukses, tapi anti sosial, tidak bisa hidup bermasyarakat secara wajar, egois, dan cenderung menumpuk kekayaan untuk dirinya sendiri saja. Bukan tidak mungkin, dengan mental seperti itu, orang ini tidak segan-segan saling injak dan saling gigit dengan sesamanya demi meraih ‘suapan nasinya’ sendiri. Untuk menjadi seperti itukah kita kuliah?
           OK deh, kita tidak perlu terlalu jauh berfilosofi. Balik lagi ke MATRIKS’99, kalau kita melihatnya secara perbagian, secara kegiatan perminggunya, mungkin konsep bagusnya tidak akan terlihat. Kita harus melihatnya secara keseluruhan, artinya berikut korelasi antar kegiatannya. Di sini akan terlihat bahwa dari kegiatan ke kegiatan berikutnya terdapat suatu alur yang jelas, yaitu mulai dari penonjolan individu, lalu pengenalan kehidupan kelompok berikut interaksinya, dan pada akhirnya pengenalan kehidupan angkatan secara general yang justru menjadi bagian terpenting dalam kehidupan kampus yang akan mereka jalani kelak. Setelah itu, tentu saja dengan menjadi bagian integral dari keluarga besar TI-Unpar secara keseluruhan. Tugas-tugas yang diberikan pun terbagi 3 kategori menjadi tugas individu, tugas kelompok, dan tugas angkatan. Ketiganya sengaja diberikan dalam waktu yang hampir bersamaan, saling tumpang-tindih satu dengan yang lain. Di sinilah menariknya. Setiap peserta pada saatnya akan sampai pada satu titik di mana ia harus memilih skala prioritas antara kepentingan individu, kepentingan kelompok, dan kepentingan angkatan. Suatu keadaan yang sangat aktual, bukan saja dalam kehidupan kampus, tetapi juga dalam kehidupan masyarakat. Setiap saat, orang selalu dihadapkan pada benturan kepentingan individu, golongan, dan umum. Di sinilah pentingnya karakter seseorang dibentuk menjadi ‘arif dan bijaksana’ dalam mengambil keputusan di tengah polemik antar ketiga kepentingan ini. Dan terbukti, saat MATRIKS’99 pun, tampak jelas bagaimana ‘terombang-ambingnya’ peserta dalam benturan-benturan kepentingan tersebut. Pada saat-saat awal, mungkin banyak yang masih ‘tega’ mengorbankan tugas-tugas angkatannya demi menyelamatkan dahulu tugas-tugas pribadinya. Namun lambat-laun, minggu demi minggu, mata mereka mulai terbuka bahwa tugas mana yang sebenarnya lebih penting untuk didahulukan. Inilah muatan pendidikan karakter terbaik dari keseluruhan kegiatan MATRIKS’99, yang menjadi nilai lebihnya dibandingkan OSPEK-OSPEK yang biasanya. Nilai lebih ini menjadikan OSPEK, sebuah kegiatan yang nampaknya sederhana, namun mampu bermuatkan filosofi hidup yang fundamental. Sungguh luar biasa, bukan?
           Memang harus diakui, MATRIKS’99 pun bukan tidak ada cacatnya. Atribut berlebihan yang terlalu memakan banyak biaya, kurangnya kesempatan minum bagi peserta selama kegiatan, masih adanya kegiatan yang murni hanya perpeloncoan, sistem hukuman yang terkesan mencari-cari kesalahan, menjadi sekian hal yang perlu dipertimbangkan lagi untuk OSPEK-OSPEK berikutnya. Namun, di balik semua keterbatasan manusia itu, penulis menyatakan salut kepada panitia MATRIKS’99 yang secara jenius telah menggagas konsep yang sedemikian baik. MATRIKS’99 telah memperkenalkan sebuah konsep yang baru tentang OSPEK, membawa suatu kesegaran baru di tengah persepsi bahwa OSPEK sudah basi. Memang belum sempurna, namun sudah memberikan kerangka yang sangat bagus ke arah pencapaian konsep OSPEK yang ideal.
           Bagaimana dengan KEMAH’99? Mungkin kalau dilihat dari bentuknya memang belum menawarkan sesuatu yang baru seperti MATRIKS’99. Masih ada acara swastanya yang terkesan mempertahankan tradisi. Namun karena pembentukan karakter peserta yang sudah baik selama MATRIKS’99, maka KEMAH’99 lebih merupakan penyempurnaan proses pembentukan itu sendiri, di samping tujuan berikutnya untuk lebih mengakrabkan para peserta dengan para senior mereka. Di tengah kondisi di mana para peserta tidak lagi bisa mengandalkan kekuatannya sendiri, mental mereka benar-benar dibentuk menjadi pribadi yang peduli dengan dirinya, peduli dengan kelompoknya, dan peduli dengan angkatannya. Lebih jauh lagi, mampu berinteraksi secara baik dengan senior-senior mereka yang pada akhinya menyatu menjadi keluarga besar TI-Unpar. Satu hal positif yang perlu dicatat dari KEMAH’99 adalah kenyataan bahwa konsep acara kemah untuk OSPEK yang baik tidak selalu harus kemah yang penuh siksaan fisik dan tekanan mental saja. Kemah yang lebih bersahabat dan berkekeluargaan ternyata mampu membentuk kesatuan itu secara lebih wajar. Jadi, pola disiplinioner lewat kekerasan ala militer ternyata sudah tidak tren lagi di zaman keterbukaan saat ini. Bahasa trennya, ini zaman demokrasi, maaan!!!
           Kesimpulannya, MATRIKS’99 dan KEMAH’99 secara keseluruhan telah mampu mencapai tujuannya, bahkan telah menawarkan suatu konsep OSPEK ideal yang sangat bagus. Hanya saja semuanya kembali pada bagaimana cara peserta dalam mencerna OSPEK itu sendiri. Mampukah peserta menangkap nilai-nilai lebih di dalamnya dan kemudian memprosesnya menjadi suatu refleksi diri? Semua OSPEK mungkin memang memiliki suatu muatan atau tujuan yang bagus. Tapi kalau yang dimakan cuma kulitnya, tentu terasa pahit dan tidak enak. Kalau yang dilihat cuma banyaknya tugas, beratnya hukuman, hausnya, capenya, begadangnya, dan hal-hal berat lainnya saja, tentu saja OSPEK manapun akan terlihat jelek. Jadi sekali lagi, kalau mau nikmat, makan kacangnya aja! Dijamin bakal ketagihan.

yogi priatna - 6199215
(yang juga ikut merasakan sendiri bagaimana ‘renyahnya’ MATRIKS’99 dan KEMAH’99)